MUKADDIMAH

Menikahlah, Maka engkau akan mapan...”
(Disampaikan pada Launching Koperasi Daqu: Indonesia Berjamaah).
 
Bismillaahirrahmaanirahiim...
Sahabat-sahabat sekalian...
Dengan izin Allah, dan berharap ridho dan manfaat dari-Nya, saya coba lempar bahan diskusi dan perenungan tentang kota, daerah, negara...

Bagaimana kota-kota di Indonesia, daerah-daerah di Indonesia, dan negara ini, bukan hanya kuat, makmur, sejahtera, di level lokal, dalam negeri, tapi juga menjadi pemain global. Mewarnai dunia. Memberi pengaruh positif dan berperan. Bukan sebaliknya, ditekan, dijajah, diintervensi, dipengaruhi, dimanfaatkan, justru oleh kekuatan asing yang makin nampak nyata. Atau dijajah oleh BANGSANYA SENDIRI yang punya kekuatan kekuasaan, ilmu, dan uang.

Pengennya sih Indonesia yang menjadi penyelamat kota-kota di dunia yang hancur. Bahkan penyelamat negara-negara lain yang hancur. Hancur akhlak dan ekonominya, hancur persaudaraan di dalam negeri mereka dan kedamaiannya. Seperti belakangan terjadi di Suriah dan Mesir. Juga di negara-negara Eropa sendiri bahkan Amerika, yang kota-kotanya rontok.

Hanya sekarang yang terjadi, justru Indonesia yang tanpa sadar seperti dihancurkan. Dihancurkan akhlaknya, dihancurkan tatanan ekonominya. Dirusak persaudaraannya secara halus, dan damai dalam ketidakdamaian. Potensi konfliknya lumayan tinggi dengan banyak sebab tentunya, sehingga bisa jadi Indonesia malah hancur sendiri.

Tapi alhamdulillaah, Indonesia, saat tulisan ini mulai ditulis, di tahun 2013, masih punya jutaan potensi, jutaan motivasi, jutaan kemungkinan bangkit, maju, jaya. Ga usah emas, minyak, biji besi, bahkan uranium. Ga usah dah. Ini kita berdayakan potensi ikan Indonesia aja, dan pertanian, sudah akan memberi makan dunia.
Ada yang nyeletuk, “Sudah sih, sudah ngasih makan dunia... Tapi siapa yang ngasih, siapa yang dikasih? Siapa yang untung....”
He he he. Semangat!

Insya Allah, Indonesia, diberi Allah untuk Indonesia. Aamiin.
Ya, pengennya, perusahaan-perusahaan Indonesia lebih banyak lagi menancapkan kukunya di perdagangan luar negeri. Bukan saja pensuplai tenaga kerja murah, tapi lebih banyak lagi mensuplai tenaga kerja menengah dan atas. Sekaligus perusahaan-perusahaan Indonesia buka cabang di banyak negara, seperti misalnya CIMB, dari negera tetangga, yang membuka di hampir 30 negara sampe 2013. Ini prestasi tersendiri dari negara serumpun. Buat saya, ini membanggakan. Yang baik, kita tiru.

Walo saya tidak tahu hitungannya bagus atau tidak, tapi yang saya dengar, negara yang lebih kecil dari Indonesia, yakni Malaysia saja, seperti jadi raksasa banget buat Indonesia. Negaranya jadi destinasi kerja kawan-kawan di tanah air. Tabung Hajinya Malaysia mampu membuka ratusan ribu hektar sawit di Indonesia. Belum perusahaan-perusahaan lain di Malaysia yang membuka bisnis ini dan itu di Indonesia. Ada perusahaan MLM dan ritel dari Malaysia yang malah punya gedung pencakar langit di Indonesia, dan di jantung ibu kota Jakarta.

Sementara itu, saya juga yakin perusahaan Indonesia ada yang seperti yang saya bayangkan. Tapi mudah-mudahan jadi lebih banyak lagi. Aamiin.
Ini dia.

Insya Allah kita akan bicara bagaimana Indonesia ke depan mampu memainkan peranannya dalam sektor akhlak, spritual, ekonomi, bisnis, investasi, perdagangan, di dunia global. Kita akan bicara juga bagaimana Indonesia bisa menjadi kiblat dunia juga untuk pendidikan, teknologi, fashion yang santun, sistem keuangan, manajemen, dan lain-lainnya. Insya Allah bakal terjadi koq. Peluangnya banyak. Dari sisi luasan daerah, sumber daya alam, banyaknya jumlah manusia, dan kekayaan bumi Indonesia, harusnya memang Indonesia mampu.

Tadi saya menyebut Tabung Haji Malaysia. Tabung Haji Malaysia dimulai di sekitar tahun 1974 dengan “hanya” 24 ribu ringgit saja. Se-Malaysia itu juga. Sekian puluh tahun kemudian, di 2013, konon sudah mencapai sekitar 124 Trilyun jika dikurskan ke dalam rupiah. Jumlah anggota Tabung Haji Malaysia saat ini 8 juta orang penduduk Malaysia. Katanya, ini sepertiga penduduk Malaysia yang mencapai 24 juta orang. Dengan duit ini, Tabung Haji, belum perusahaan lain, merambah bisnisnya di Indonesia. Menjadi pemilik properti-properti, aset, di Indonesia super berkah.

Sekarang bayangkan sedikit potensinya. Jika jumlah yang sama, sama-sama sepertiga, tapi sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia, yang tentunya bisa mencapai 100 juta penduduk, apa jadinya? Perusahaan dunia mana yang tidak bisa dibeli? Kita bukan hanya bisa beli pesawat. Tapi pabrik pesawat di Amerika, Rusia, Perancis, dan lain-lain bisa kita beli.

Jika kita bersatu, kita bukan hanya bisa mempertahankan tambang-tambang/kekayaan alam Indonesia, untuk tidak dieksplorasi berlebihan, melainkan bahkan, seperti mereka, kita bisa punya tambang-tambang/hak kelola kekayaan alam, di negeri-negeri mereka.
Dan ini sangat dimungkinkan koq. Beberapa pengusaha Indonesia sudah melakukan dan membuktikannya.

Kelak, bukan tidak mungkin, klub-klub sepak bola besar di dunia, di liga Inggris, Eropa, dunia, bahkan pemiliknya adalah Indonesia. Google, Facebook, Twitter, Yahoo, CNN, al Jazeera, adalah Indonesia. Semuanya mungkin. Asli mungkin. Jangankan secara konsepsi ilahiyah. Secara konsepsi investasi dan keuangan saja, mungkin koq. Pangeran-pangeran Arab, pangeran-pangeran Timur Tengah, juga sudah membuktikannya. Di antaranya Walid at Talal dari Riyadh, Saudi Arabia. Juga Syeikh Mansour yang memiliki Manchester City. Pun logo Ettihad yang penuh bangga pemain-pemain sepakbola dunia memakainya. Belom lagi stadion-stadion di luar-luar sana, yang bernamakan mereka. Subhaanallaah.

Pedagang-pedagang asal Arab, dan negara-negara maghrib, juga sudah seperti pedagang-pedagang asal China, Korea, Jepang, Taiwan, yang juga menguasai perdagangan-perdagangan di banyak negara di luar negaranya. Sebut saja Australia, banyak koq pedagang asal luar negara Australia. Itu artinya bisa. 

Dan asli bisa. Sebab pengusaha Indonesia sendiri ya nyatanya banyak juga yang survive di Australia. Ini tinggal urusan memperbesar volume saja. Memperbesar jumlah, peranan, langkah, dan barangkali, persatuan.

Coba ya sekali lagi lihat. Kita bukan berandai-andai. 8 juta, atau sepertiga penduduk Malaysia, memutar 124 Trilyun dananya. Kita? Sekali lagi, kalau dengan jumlah yang sama, sama-sama sepertiga? 100 juta penduduk? Misal, dihitung 10 juta rupiah saja, baik dengan kocek sendiri, atau dengan skema investasi dan keuangan yang melibatkan dunia perbankan dan pasar modal? Sudah berapa tuh? 1000 trilyun loh. Coba aja nih enolnya dihitung, he he he...

100.000.000 x 10.000.000 = 1.000.000.000.000.000. (1000 Trilyun!)
Itu kalo 10jt. Kalo per orang, 100 juta? Wooooooooo.... Kalkulator saya, jebol, he he he.

100jt orang ngumpul, dan mengumpulkan 100 juta rupiah, maka itu sudah 10rb Trilyun!

Subhaanallaah, maasyaa Allah!

Tapi itu ga mungkin.
Aaaahhh, jangan bicara ga mungkin melulu dong... Bisa koq. Insya Allah bisa.
Mulai aja dari 100rb. Nah, kalo 100rb, dikali 100jt orang, ini aja udah 10 Trilyun.

Rumah-rumah kita sudah “dijajah” oleh Korea, Jepang, Taiwan, he he he. Termasuk di rumah saya, ha ha ha. Perabotannya dari sono. Bahkan sampe ke kamar mandi, sabunnya, odolnya, mesin cucinya, lampu, jangan-jangan bukan milik perusahaan Indonesia. Jika dimiliki oleh pengusaha Indonesia, jangan-jangan pun sahamnya dimiliki sama asing.

Makanya harus bergerak, dan harus segera dimulai. Supaya kita gantian yang bermain di pentas dunia. Minimal untuk kita sendiri dah. 7jt batang sabun per hari, kita sendiri yang memproduksi. Atau kita ikutan di perusahaan pemroduksinya.

Terima kasih dan rasa hormat saya buat pengusaha yang sudah duluan nasionalis dan berjuang untuk kedaulatan, kehormatan, dan kemuliaan negerinya sendiri.


Makanya, jangan bilang ga bisa. Kita akan menuju itu. Insya Allah.
BELI ULANG INDONESIA dengan #IndonesiaBerjamaah 

salah satu alasan kenapa kita harus beli ulang Indonesia :

No comments:

Post a Comment