Monday, August 12, 2013

Indonesia Berjamaah untuk Beli Ulang Indonesia Part 2

Saya punya sedikit pengalaman. Sebelum saya mengenal satu dua kawan saya, pengusaha UKM, pengusaha kuliner, satu dua kawan saya ini sudah didekati bank. Sebab jumlah karyawannya di atas 1000.

Apa yang terjadi?
Bank tersebut mengucurkan dana, untuk masing-masing karyawannya, sebut saja dari 2 kawan pengusaha tadi, ada 2000 karyawan, masing-masing 15 juta, 20 juta, 50 juta. Rata-rata untuk motor, mobil, atau... Uang muka rumah.

Lihat, ini kan bahaya. Motor, mobil, belum tentu terlalu diperlukan. Belum tentu terlalu dibutuhkan. Dan makin lama makin turun harganya. Sedang rumah, keliatannya juga bagus. Tapi benarkah? Belum tentu juga. Kredit yang diberikan, baru uang muka. Alias nanti hutangnya berganda. Angsurannya dobel. Ya buat uang muka juga, ya buat angsuran rumahnya. Tapi ya ajaib, alhamdulillaah, ya jalan tuh. Pada tetap bisa bayar angsurannya. Padahal dobel-dobel.

Datanglah saya, dengan ilmu dan pengalaman yang terbatas. Dan mereka pun, sebelum datangnya saya, sudah memperhatikan. Betapa karyawan-karyawannya punya potensi. Potensi ekonomi. Potensi dbiayai. Potensi diberikan modal. Per kepala karyawannya, ternyata cukup mahal. Jika 1 karyawan bisa diberi 1 motor, itu tandanya ada potensi.

Belum lagi kalo kita bicara banyak karyawan-karyawan yang belum waktunya megang kartu kredit, ini megang kartu kredit. Jadilah ia konsumtif bener. Dipakenya buat beli gadget, buat makan-makan, belanja-belanja. Parah.

Saya dan kawan saya, lalu ngumpulin dulu kawan-kawan karyawan dari kedua perusahaan tersebut. Saya bicara sedikit tentang dahsyatnya bersatu, investasi, dan bahayanya kredit, ngutang, bila untuk konsumsi.

Saya kasih tau ilustrasi, bahwa jika sebagai karyawannya perusahaan kawan saya, yang kebetulan mereka itu diasramakan, atau ngekos, dan bulak balik ke rumahnya relatif sebulan sekali, dan pulang kampung setahun sekali, maka beli motor ini investasi yang kurang bijak (untuk tidak mengatakan bodoh). Beli motor bukanlah investasi yang cantik. Buat apa hanya dirasa punya, sedang investasi yang namanya motor ya mesti turun harganya 3 tahun mendatang.

Kebetulan, alhamdulillah, atas izin Allah, seperti saya bilang tadi, ada keinginan kuat dari bos mereka, bos karyawan-karyawan ini, yakni ownernya, kawan saya, untuk mengangkat derajat, harkat, karyawannya. Ini seperti kepala daerah bagi masyarakatnya. Pimpinan perusahaan bagi karyawan-karyawannya.

Kami dudukkan bersama 2000 karyawan ini, dari kalangan banknya (perbankan). Tapi kami minta, bank nya memberi bukan motor. Bukan mobil. Bukan rumah. (Kalo mobil, rumah, untuk kelas manajer ke atas). Saya minta bank memberi untuk karyawan dan para manajer, modal usaha. Supaya karyawan-karyawan menjadi investor/pemodal usaha. Berapa plafon kreditnya? Saya sampaikan, ya setara saja dulu dengan motor mereka. Sebut saja 15-20juta.

Tahu ga kemudian dapat berapa duit? Dapat 40M.
Ini bukan jumlah yang sedikit.

Sebelumnya banknya dapat prestasi. Berhasil mengucurkan kredit. Tapi kredit kendaraan motor, mobil, rumah. Sekarang, banknya juga tetap berprestasi. Bahkan lebih manusiawi. Kredit modal buat karyawan.

Dan kebetulan pula, 2 kawan pengusaha ini, agresif sekali buka usahanya. Dalam setahun, bisa nambah 10-20 cabang. Sebut saja modalnya buka cabang antara 500, 1M, 2M. 

Nah, bila punya 40M? Itu artinya apa? Akan ada 20, 40, bahkan 80 cabang baru yang modalnya dimiliki karyawan. Dan tentu investasi ini sangat bernilai di 4-5 tahun atau bahkan 5-10 tahun yang akan datang. Apalagi jika terus dimainten di dunia korporasi, keuangan, perbankan, pasar modal, koperasi. Akan terus bergulir dan membesar bagai bola salju. Karyawan akan punya hasil lebih daripada maaf, sekedar nabung.

Ketika jadi konsumsi, ga jadi apa-apa. Tapi ketika jadi industri kreatif, perdagangan, subhaanallah, bisa punya tambahan 1000-an lagi kawan-kawan yang bisa bekerja. Sebab punya sekian puluh cabang baru.

Pengusahanya, jelas tetap bertambah besar. Toh dia yang punya sistem. Yang punya manajemen. Yang punya peluang. Tenang aja. Ga bakalan jadi tambah mundur. Sementara karyawannya, ada label baru: Investor. Dan perbankan pun engga ditinggal. Tetap terlibat dan dilibatkan.
Nah, dengan pijakan pengalaman, dan pemikiran seperti di atas, maka Indonesia, bisa menjadi I
NVESTOR DUNIA.
Bayangin aja, buruh saja jumlahnya 7 juta hanya di Jakarta dan sekitarnya? Belum dihitung seluruh pegawai negeri seluruh nusantara, guru-guru tetap dan honorer, senusantara, pegawai swasta senusantara, tentara, polisi, nelayan, peternak, petani, seluruh nusantara. Juga termasuk pelajar, mahasiswa, dosen, staff sekolah dan kampus. Bila mereka kemudian bersatu, di dunia investasi misalnya, Subhaanallaah, bener-bener akan menjadi INVESTOR DUNIA.

Ga usahlah mereka diberi bantuan modal usaha, yang modal usaha itu dikumpulkan lagi, supaya bertambah-tambah besarnya itu modal. Ga usah begini dah. Cukup setiap karyawan, patungan seadanya, asal tetap maksimal, maka bisa koq dapat besar banget. Contoh, karyawan dari 2 perusahaan milik 2 kawan saya tadi. 

Ga usah dah mereka misalnya diberi kredit oleh bank, untuk modal usaha, yang modal usaha itu, sekali lagi, disatukan untuk menggerakkan potensi ekonomi yang lebih besar. 2000 karyawan dari 2 perusahaan kawan saya itu, seadanya ngumpulin duit dan aset, sudah bakal gila bener. Setiap karyawan ngumpulin tabungannya. 

Tabungannya dipindah. Tuh perusahaan bikin koperasi misalnya. Katakanlah setiap karyawan, insya Allah punya 500rb rupiah. Maka 2000 karyawan sudah terkumpul 1 milyar rupiah. Itu dari dana cashnya. 

Gimana dari aset? 2000 karyawan tersebut sepakat untuk ga pake motor dulu. Rame-rame ngumpulin motor. Bukan duit. Wuah, terkumpul dah 2000 motor bekas. Subhaanallaah. Jika 1 motor harganya 5jt-an saja, maka sudah akan ada dana tambahan 10 milyar.

Lihat, tanpa bank saja, sudah gede banget. Dan itu baru dari 2000 karyawan. Gimana kalo dari 7jt buruh, +jutaan lagi karyawan, +jutaan lagi guru, pelajar, mahasiswa... Ngeri dah jumlahnya. GEDE BANGET.  Asli, bener-bener punya potensi untuk jadi INVESTOR DUNIA.

Sekarang juga sih, rasanya, sudah. Tapi dana itu entahlah “siapa” yang mengelola, yang memanfaatkan... Secara duit kakek-nenek saja, duitnya para pensiun, jumlahnya ngeri koq. Trilyunan. Dan trilyunannya juga ngeri. Ratusan T. Duit asuransi, yang juga menjadi bola investasi bagi owner dan pengelola asuransi, tambah ngeri lagi. Premi yang dibayarkan, apalagi kalau dia adalah Asuransi Life, yang sifatnya jangka panjang banget-banget, he he he, jumlahnya bisa ribuan trilyun.

Semua itu bisa, kenapa? Atas izin Allah, jumlah penduduk Indonesia, yang buanyak sekali. Tinggal harus ada yang mempersatukan.
Sampe sini, jika pengelolaannya bener, maksimal, ga ada bolongnya, maka pajak dan zakat juga udah GILA bener dah jumlahnya. Potensi zakat saja sudah 200-an trilyunan koq. Itu belum dari sedekahnya.

Maasyaa Allah dah Indonesia ini.
Apalagi dari pajak.
Saya hanya bisa berdoa dan mengajak jamaah semua berdoa. Agar semuanya berjalan di rodanya yang benar. Di jalannya yang benar.

***
salah satu alasan kenapa  harus BELI ULANG  Indonesia dengan #IndonesiaBerjamaah


No comments:

Post a Comment