Tuesday, August 13, 2013

Indonesia Berjamaah untuk Beli Ulang Indonesia Part 6

Ok. Kita rem pelan-pelan pemaparan ini... 100, 90, 80... 30, 20, 10... 0... Tarik nafas dulu. Kendorin.
***
Kita balik lagi...
Pemaparan ini, udah kejauhan. Padahal ini baru mukaddimah, he he he.
Saya bilang, kita akan bicara bagaimana Indonesia dan masyarakatnya akan menjadi satu negara super maju, super bekah, super manfaat. Jadi jagoan, jadi raja, bukan hanya di lokal, regional, tapi juga secarainternasional.

Setelah pemaparan yang cenderung tancep gas tadi, saya pengen ngendapin lagi... Yakni, kita akan bicara, dari sisi yang ringan, yang insyaaAllah tidak akan membuat kita semua berkernyit. Secara saya sendiri bukan ahli ekonomi, ahli keuangan, ahli binis, ahli tata negara, ahli manajemen, ahli administrasi, ahli politik.
Kita akan bicara dari sisi saya sebagai – katanya -- seorang ustadz, he he.
Mudah-mudahan sumbang saran ini akan berguna menjadi perenungan bersama. Aamiin.
Saya pun akan berusaha berbicara dengan tidak ketinggian, yang bisa dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Sebab nanti jawaban buat semuanya, berpaling lagi ke seluruh lapisan masyarakat itu sendiri, dengan izin Allah subhaanahu wata'aalaa. Yang karenanya maka perlu membuat tulisan yang dimengerti oleh sebanyak-banyaknya orang.
***
Yuk, sekarang kita mulai tancep gas lagi bicaranya...
Kayak naik motor atau mobil dah. Mulai ngegas lagi...
Saat ini, boleh dibilang, dunia sudah menjadi pasar bebas. Di Indonesia, kebebasan pasar ini bisa menguntungkan, bisa juga membahayakan. Istilah Cash is the King, bisa sepenuhnya benar, bisa tidak. Tapi yang punya uang, punya modal, memang jadi penentu. Apalagi jika yang punya uang, yang punya modal, ketemu dengan pemegang kebijakan, kekuasaan, dan peluang, yang tidak cinta tanah airnya, tidak cinta negaranya, tidak pro pada kepentingan rakyat, tidak mikirin anak cucu di masa yang akan datang. 

Maka pemilik uang, pemilik modal, akan bener-bener menjadi penikmat banyak peluang usaha, ekonomi, dan sumber daya alam dan orang, di Indonesia. Dan mereka akan membungkam mulut, rasa malu, rasa takut pemegang kebijakan, kekuasan, dan peluang.
Dan sebenernya, jika benar cash is the king, menguntungkan juga buat Indonesia, bila bersatu, berjamaah, sebab ya kita bakal punya cash yang luar biasa besarnya. Jangan-jangan nanti Amerika, China, Singapore, Australia, Eropa, Arab, Afrika, Asia, minjemnya sama Indonesia. Seperti dihitungin di atas, kita bakal punya 10rb trilyun.

Satu hal, ini kenyataan. Dalam satu lawatan ke Taiwan, saya pernah membaca spanduk isinya bertuliskan terima kasih pemerintah dan pimpinan Taiwan, kepada Nakerwan. Bahwa uang mereka sudah ikut membangun negeri Taiwan. Dahsyat kan? Alhamdulillah.

Dan sesungguhnya, pemikiran ini, gagasan ini, oret-oretan ini, bukan milik saya saja. Sudah buanyak yang memikirkannya, mengandai-ngandaikannya, membayangkannya. Hanya kebetulan, dengan izin Allah, saya mencoba mengaplikasikannya. Langsung jalan. Langsung action. Kejedot sana kejedot sini. Tapi saya jadi tersenyum, betapa oret-oretan ini bener banget. Ga pake keringetan, kita bisa take-over hotel dengan nilai taksasi dan aset bisa mendapai 180 milyar saat sudah jadinya nanti.

Saat ini, bila ada negara asing berinvestasi di Indonesia, mereka sudah mulai membawa serta buruh-buruhnya, pekerja-pekerjanya. Bukan hanya level atas, tapi sampe pelaksana, langsung juga dari negeri mereka. Perlu diketahui, biasanya asing kalo sudah berinvestasi di negara lain, membawa serta bener seluruh kepentingannya. Mulai dari suplai barang-barangnya, kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan investasinya, kebijakan daerah atau negaranya, dll. Dan sekarang bertambah lagi. Mereka berinvestasi sambil membawa serta warganya u/ menjadi pekerja di sini.

Jangan kaget nanti bila kelak ada pekerja jalan tol, pekerja di pabrik-pabrik, pekerja di ladang-ladang sawah, kebun, pekerja-pekerja di industri peternakan, pekerja-pekerja di industri properti... Pekerja loh ini, buruh, maaf, dan mereka bukan dari Indonesia. Mereka boyongan oleh dan dari investor asing. Sebagai syarat yang bakal diaminin pemegang/pemangku kekuasaan yang ga peka dengan soal sosial ke depannya. 

Mereka akan mengiyakan saja semua syarat asing, yang penting kebutuhan mereka terpenuhi. Sekarang ini saja, sudah mulai ada 1-2 daerah yang sudah banyak sekali tenaga kerja asingnya, hingga ke low level yang harusnya diisi oleh Indonesia. Secara Indonesia banyak banget penganggurannya, masyarakat bawah yang butuh pekerjaan u/ makan, hidup normal. Dan Indonesia banyak banget juga tenaga kerja luar negerinya: TKI dan TKW.

Jangan kaget juga suatu saat, akan ada perusahaan transportasi, he he he, yang sa-supir-supirnya, teknisi-teknisinya, office-offie boy-nya, diimpor dari negara investor.

Lama-lama mereka membentuk pasar sendiri di Indonesia, membentuk pemukiman sendiri di Indonesia, dan berkoloni. Kalau terlanjur besar, susah diusirnya. Kita lah yang kemudian terusir.
Suatu bentuk penjajahan yang ga baru-baru amat. Udah berlangsung juga sebenernya. Warga negara kita yang terhormat, bukan jadi pembantu, pelayan, sekuriti, asisten, di rumah mereka, di negeri mereka. Tapi justru pembantu, pelayan, sekuriti, asisten, di rumah-rumah mereka, yang di Indonesia! Dan konyolnya, para pembantu dan pelayan itu, adalah orang Indonesia yang seharusnya pemilik segala opportuniti atau peluang yang sedang dikuasakan ke asing.

Bayangan saya, harusnya justru Indonesialah yang harusnya seperti itu. Indonesia menjadi pemain dunia. Perusahaan-perusahaan di Indonesia menancapkan kukunya, pengaruhnya, wibawanya, manfaatnya, yang justru ke seantero dunia. Bukan sekedar mengirimkan tenaga kerja murah ke luar negeri. Tapi bener-bener jadi pemain, pemilik, dari segala potensi ekonomi, usaha, bisnis, perdagangan, seluruh dunia.

Bahkan kalo perlu, di dunia olahraga. Seperti Syeikh-Syeikh Arab dan Timur Tengah yang mewarnai dunia persepakbolaan, balap mobil, motor, dan lain-lain. Malaysia saja, negara tetangga kita, dan Singapore, sudah menjadi tempat penyelenggaraan balap mobil dan motor berskala dunia. Padahal potensi alam Indonesia, lebih menarik u/ jadi destinasi penyelenggaraan-penyelenggaraan event internasional. Apapun eventnya. Namun kenyataan pahit, Indonesia justru lebih menarik dari sisi di sini banyak kuenya yang bisa dinikmati dan direbut oleh asing, dengan sangat-sangat mudah. Mereka bukan mencari. Tapi diundang. MaasyaaAllah.

Sekalinya ada pertandingan sepakbola yang kelihatannya mendunia, sifatnya saya pikir hanya Sportainment dan Bisnistainment. Hiburan saja. Itu pun kekalahan telak suka disandang Indonesia. Ga jelas visi misinya. Hanya karena pengennya berjiwa the winner, ya ga berpikiran ke sana. Setidaknya ga dibawa ke pikiran itu. Dibawanya, ke: Insya Allah apapun manfaat. Toh dengan bergulirnya pertandingan dunia di Indonesia, bergulir juga ekonomi. Aamiin dah, walo tetap miris.

Potensi-potensi pariwisata, pun tidak sedikit yang bahkan dikelola oleh asing.
Luar biasa dah Indonesia ini "baiknya". Lihat saja, buka mata, seliweran asing menikmati potensi di dunia perbankan. Berapa banyak coba bank-bank sekarang dimiliki asing? Bahkan seperti sudah disinggung di atas, yang saya ga bosen ngulanginnya, bank yang didirikan dengan semangat '45, untuk memiliki bank pertama yang syariah, diikuti, didukung, digerakkan, oleh ratusan ribu masyarakat Indonesia dengan uang-uang kecilnya, hingga kemudian berdirilah bank yang diidam-idamkan saat itu, eh eh eh, sekarang pun saham mayoritasnya milik asing. Boleh dikatakan malah ya udah milik asing.

Kita susah buat buka di luar negeri. Baik itu sebab regulasi dari kita, maupun regulasi negara lain. Tapi bank-bank negara asing, malah masuk ke sektor mikro, dan difasilitasi! Top dah. Surga dunia, he he he, bagi negara-negara lain. Makin kasian rakyat. Jika naro di lembaga keuangan bank dan nonbank, dapatnya kecil, tapi ketika mereka minjem, dari kredit mikro, maasyaa Allah itu bunganya gila-gilaan.

Asuransi, yang kuenya trilyunan, dibawa itu investasi hebatnya ke asing, dan kemudian dengan uang kita sendiri itu kemudian masuk lagi sebagai investasi tambahan mereka. Wuih... Ngeri...
Belum sesuatu yang memang sudah masyhur diketahui... Dunia pertambangan, energi, dan mineral. Kekayaan yang namanya batubara, emas, gas, dan lain-lain sumber daya, berapa coba yang sudah dimiliki asing, hampir-hampir juga tanpa batas.

Kepentingan uang, bersatu dengan kepentingan kekuasaan. Yaaa Allah, yang jadi korban adalah bener-bener rakyat. Ga mikir itu semua bahwa kita akan punya anak cucu.
Asing juga sudah sangat hebat menguasai dan mengontrol soal-soal yang harusnya dikuasi negara penuh, sebab menyangkut hajat publik: laut, air. Ini airnya bahkan air minum loh! Dahsyat kan? Belum lagi udara atau langitnya Indonesia.

Dunia telko, yang indah banget bisnisnya... Sebab jumlah rakyat yang nyaris 300jt atau bahkan udah lewat kali dari 300jt, sekarang ini melek HP semua. Berapa trilyun yang bisa disedot dari pulsa? Bahkan pulsa pun menjadi barang investasi "nganggur" yang diberdayakan oleh perusahaan telko tsb. Kan orang beli pulsa, belom tentu langsung kepake tuh. Nah, selama ga kepake juga, itu pengguna udah bayar duluan. Belum lagi layanan telko lain                selain pulsa... Gadget-gadget sampe bahkan fisiknya gadget, pun didominasi asing. Ya, sebab dunia telko pun tidak ketinggalan, kuenya dimakan oleh asing.

Saya cukup menyesali pindah tangannya kepemilikan 1-2 dunia telko. Secara kalo patungan, pengguna telko di Indonesia bisa koq mendatangkan uang seperti yang "dibutuhkan" mereka-mereka yang menjual kepada asing. Liat saja, ketika 1 telko dijual, saat dijual pelanggannya di atas 40jt koq. Nah ini kan harusnya dilirik, ditawari, diperjuangkan, agar 40jt yang pastinya rakyat Indonesia ini,yang menjadi pemilik atas peluang bisnis, usaha, mata rantai ekonomi, dari telko yang mereka sendiri ini penggunanya. Kan keren tuh.

Tapi yang terjadi? Negara-negara kecil, yang penduduknya bahkan jauh dari jumlah pelanggannya, bukan dibandingkan dengan jumlah total penduduk negara loh, ini akhirnya yang menjadi owner.

Kayak ga berdaya ya?
Padahal?
Diperdaya kali. Itu bahasa tepatnya.

Bener lah kalimat pepatah. Dulu kita mudah berjuang. Sebab musuhnya bener-bener orang asing. Sekarang, rada susah, sebab musuhnya bertambah, yakni orang kita sendiri. Sodara sendiri. Kawan sendiri.
Laa hawla walaa quwwata illaa billaaah.
Negara-negara asing, tanpa jet-jet tempur, tanpa prajurit-prajurit tempur, tanpa tank-tank, roket, senjata, menguasai juga dengan bebas lahan-lahan properti di Indonesia, yang secara gegabah justru diundang oleh mereka-mereka yang pinter dan ahli di bidang properti, hukum dan keuangan. Mereka kemudian punya saham, yang kelak bukan hanya menikmati, tapi ikut memiliki.

Ini luar biasa bahayanya ke depan padahal.
Tapi ya saya baca di berita, terulang dan terulang. Seakan bangga dan menjadi prestasi bila bisa menggandeng investor asing. Innaa lillaah dah.

Lahan-lahan baru dibuka dan dikembangkan u/ properti, baik perumahan, perhotelan, pergudangan, pusat rekreasi, akhirnya sahamnya dimiliki asing. Konyol dah.
Dan saya melihat, bahkan mulai terjadi nih, di industri pendidikan.
Ya, pendidikan juga termasuk yang diminati investor asing.
Di potensi kelautan, kapal-kapal laut asing, sudah masuk perairan Indonesia, mengambil sendiri ikan-ikan di negeri kita, tanpa lagi juga pake tenaga kerja Indonesia.
Sungguh bahaya.

Dulu ikan-ikan diekspor. Sekarang nereka melaut sendiri, hampir-hampir tanpa batas.
Kemampuan kapal-kapal laut kita u/ mengintai, memburu, mengusir, yang sudah terbatas, baik karena kekurangan personil dan alat, tambah-tambah lagi kuatnya mereka sebab didukung oleh kebijakan yang salah atau kurang tepat dari pemangku kebijakan, kekuasaan dan peluang.

Gas-gas alam, minyak, dan lain-lain kekayaan alam, secara telanjang mata, begitu bebas dan serakah. Bukan saja seharusnya kita cegah dan larang dikuasai asing. Tapi kita justru malah mengundangnya. Innaa lillaah lagi.
Boleh dicatat ini, ketika mereka menguasai wilayah-wilayah kaya alam, bahkan orang kita sendiri dilarang keras masuk. Baik itu dicurigai sebagai maling, penganggu, ataupun sebab lainnya. Penjagaannya super ketat. Bahkan tidak jarang yang menjada kepentingan mereka, adalah orang-orang kita sendiri, yang tidak jarang pula bersenjata lengkap, yang siap menggertak dan mengusir, bukan dengan mulut saja, tapi dengan senjata mereka.

Luar biasa.

Maka ketika saya mendengar, membaca, ada SKK Migas, ada upaya u/ meninjau soal kontrak kerja atau kontrak karya, pola hubungan antara asing dan Indonesia, saya senang banget. Saya ga begitu mengerti. Tapi spiritnya saya nangkep. Mudah-mudahan baik sangkanya saya dan segenap warga negara Indonesia, menjadi doa.

Yang salah diperbaiki, yang kurang disempurnakan.
Dan tentu saya dan kita semua berharap, tidak akan pernah ada undang-undang dan konsep yang salah, bahkan fatal, yang mengakibatkan kerugiaan dan penderitaan di rakyat.
Lebih dari itu, saya sebenernya berharap, negeri ini, sudahlah tegak berdiri saja, pake kakinya sendiri, pake kekuatannya sendiri. Ga usahlah lagi berharap ada transfer teknologi, atau transfer manajemen. Wong zaman sudah berkembang sedemikian rupa, dan banyak sekali anak-anak bangsa yang jago-jago, puinter-puinter, hebat-hebat, yang pastinya mau berjuang u/ negerinya, untuk sesama warga negara Indonesia.

Dan bila negara butuh uang, rakyat juga kayaknya mampu membiayai pemerintah. Bahkan ketika dunia usaha butuh biaya juga, rakyat bila bersatu, akan sanggup memenuhi kebutuhan investasi yang dibutuhkan, tanpa perlu mengundang investasi asing, yang pastinya punya tabiat mengatur, mendominasi, menguasai.

Ada perusahaaan asing, begitu yang saya dengar, di dunia pendidikan, dunia yang seharusnya bukan menjadi usaha atau bisnis, menggelontorkan uangnya 70 milyar, +sistem tentunya, lalu balik dalam 2 tahun. Sebab emang orang Indonesianya – ke sekian kalinya saya bicara – jumlahnya emang kebanyakan. Alias banyak banget. Pasar empuk nan gurih. Dan anak-anak saya sendiri, he he he, berkali-kali datang menjadi pelanggan, dan penikmat "usaha" pendidikan yang katanya mencerdaskan bangsa itu.

Belom lagi soal makanan pokok, macam beras, persawahan, daging, peternakan, perikanan, dan urusan makanan lainnya, kekuatan asing, dan bahkan kekuatan serakah sebagian anak bangsa, begitu telanjang kita rasakan.
Peristiwa demi peristiwa ini akan terus ga kekontrol, bilamana kita ga memperbaiki diri dan mengubah diri. Akan selalu ada aja juga anak-anak bangsa yang justru menjadi penyuplai ide, kesempatan, peluang, potensi, Indonesia, ke asing. Dan kelak akan semakin banyak.
Kudu bener-bener berubah dan memperbaiki diri.

Dan saya beritahu, semua ini ga akan bisa ngerem dan direm kecuali Allah campur tangan.
Hanya Allah Yang Maha Berkehendak yang bisa ngerem ini semua, dan mengembalikan Indonesia untuk Indonesia.

Pertanyaannya, darimana? Darimana kita harus memulai? Darimana perubahan demi perubahan, perbaikan demi perbaikan, harus dimulai? Dengan kekuatan apa kita berubah dan memperbaiki diri? Apa iya bisa memperkuat bangsa ini bukan hanya lokal, dalam negeri, tapi bener-bener bisa menjadi Global Player? WorldClass? Apa ga ketinggian tuh?

Dan sebagaimana disebut di bagian paling awal, di atas, apa hubungannya pula dengan MENIKAH...? Urusannya apa...? Kaitannya apa...? Koq judulnya tulisan ini: Menikahlah, maka engkau akan mapan...
Sekali lagi... Bismillaah...
Yuk... Kita mulai bicara, diskusi, dan sama-sama merenung...
Sebelum diskusi dan perenungan, dimulai... Izinkan saya mengucapkan terima kasih dan rasa hormat saya...
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang masih cinta, mikirin, dan berbuat sesuatu untuk negara dan rakyatnya, sesama warga negara Indonesia.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang masih mau menegakkan kehormatan dan kemuliaan negara dan bangsanya sendiri.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat buat mereka yang mau menjaga kedaulatan negara dan rakyatnya sendiri. Memajukan negerinya, dan berupaya semaksimal mungkin menjadi negara yang tegak di dalam dan di luar negeri.

Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang tidak menggadaikan peluang, informasi, bahkan ketika itu menjelma menjadi satu barang dan kekayaan yang nyata, kepada asing. Terus mikirin gimana nasib        anak cucunya kelak.

Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang mau menjaga negaranya, dan lebih memilih kerjasama dengan sesamanya, daripada kemudian bekerja sama penuh dengan asing.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang mau memperbaiki dirinya, dan berubah, yang kemudian dari sini kemudian bisa selamat dari kehancuran total, kebinasaan total, kepunahan total.

Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, kepada sesiapa yang ikut bergandengan tangan membuat masyarakat bersatu, berjamaah, termasuk di urusan ekonomi, hingga bahkan menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Rasa hormat saya juga, plus terima kasih, plus doa, untuk semua niatan baik pemerintah dan semua unsur masyarakat, dalam usahanya berubah ke arah yang lebih baik, dan memperbaiki diri untuk menjadi yang lebih baik lagi. Semoga berhasil dan Allah ridho.
Terima kasih pula buat mereka yang masih menjaga ibadahnya, masih memanjatkan doa-doa, buat dirinya, keluarganya, negaranya. Sehingga Allah pun masih menjaga negeri ini.
Terima kasih buat mereka yang masih memelihara imannya dan ketaqwaannya, dalam keadaan dia muslim muslimah, sehingga masih banyak Karunia dan Rahmat Allah buat Indonesia.

Terima kasih buat mereka yang tidak suka menyakiti, tidak suka berbuat onar, tidak suka berbuat dosa dan maksiat, hingga Allah masih menyelamatkan negeri ini dari kehancuran besar yang lebih besar lagi.

Terima kasih buat mereka yang menjaga kedamaian, ketentraman, ketenangan, di negeri ini, memelihara persaudaraan, memilih kepentingan orang banyak, ketimbang memakan peluang yang membahayakan orang banyak, hingga kemudian Allah masih menjaga dan memberi tambahan keberkahan buat negeri ini.

Tulisan kecil ini, adalah wujud dari sedikit perbuatan yang saya bisa, u/ menyelamatkan sisa, yang masih ada...

Dan puji syukur, alhamdulillaah nya, Indonesia masih terlalu luas, dan kaya... Besar... Masih banyak yang masih bisa diselamatkan, u/ kita, u/ semua, dan u/ anak cucu kita di masa yang akan datang....

Dalam pada itu, kita tetap tidak boleh gegabah. Lembaga keuangan perbankan dan nonbank, janganlah juga dipinggirkan. Diajak kerjasama saja. Terhadap perusahaan-perusahaan asing juga ga boleh gerasa gerusu, ga boleh ceroboh dan sembarangan. 

Apalagi sampe anarkis, muncul kebencian. Ga cantik. Bisnis, selesaikan lagi dengan cara-cara bisnis. Insya Allah asal niatnya bener, ga ada yang ga bisa diajak mufakat. Negosiasi akan selalu dimungkinkan. Misalnya, judulnya bukan diusir. Tapi dibeli. Ya, dibeli ulang. Maka ini bukan menjadi sesuatu yang mustahil. Kita toh menguntungkan mereka. Ga maen usir aja. Yang sudah terjadi, terjadilah. Mau diapain lagi. udah lewat juga. Songsong aja masa depan yang lebih baik. He he he, kayak jargon politik ya? Engga lah. semua harus tulus ketika masuk di wilayah ini. Semoga Allah jaga niat kita semua. Serta memberikan bimbingan-Nya.

Kepada kawan-kawan semua, saya bilang dengan jujur, bahwa saya tidak mengerti dunia investasi, bisnis, ekonomi, dan perdagangan. Jangankan investasi dan perdagangan global, lokal saja saya tidak paham. Saya lagi belajar dengan tertatih-tatih. Tapi dalam ketertatihan ini saya makin menangis, makin menjerit. Makin kepengen teriak, dan kepengen mulai berbuat sesuatu u/ negara dan sahabat-sahabat, yakni sesama rakyat Indonesia yang saya cintai karena Allah. Dan saya mengajak sebanyak-banyaknya kawan untuk berpikir, bertindak di frekuensi yang sama ini. Insya Allah dimudahkan Allah.

Terima kasih juga buat semua yang sudah mau membaca dan mendengarkan celotehannya Yusuf Mansur. Lebih terima kasih lagi bila kemudian kawan-kawan mau ikut sumbang saran, sumbang suara, sumbang ide, dan kemudian ikut serta di dalam memikirkan dan pergerakan. Sehingga hal ini menjadi sebuat pemikiran dan gerakan yang masif, cepat, sambil tetap kalem, sabar, dan terukur.

Agustus, 2013
Syawal, 1434

Salam hormat,

Yusuf Mansur

MUKADIMAH KLIK DISINI






No comments:

Post a Comment