Ok. Kita rem
pelan-pelan pemaparan ini... 100, 90, 80... 30, 20, 10... 0... Tarik nafas
dulu. Kendorin.
***
Kita balik lagi...
Pemaparan ini, udah kejauhan. Padahal ini baru mukaddimah, he he
he.
Saya bilang, kita akan bicara bagaimana Indonesia dan
masyarakatnya akan menjadi satu negara super maju, super bekah, super manfaat.
Jadi jagoan, jadi raja, bukan hanya di lokal, regional, tapi juga secarainternasional.
Setelah pemaparan yang cenderung tancep gas tadi, saya pengen
ngendapin lagi... Yakni, kita akan bicara, dari sisi yang ringan, yang
insyaaAllah tidak akan membuat kita semua berkernyit. Secara
saya sendiri bukan ahli ekonomi, ahli keuangan, ahli binis, ahli tata negara,
ahli manajemen, ahli administrasi, ahli
politik.
Kita akan bicara dari sisi saya sebagai – katanya -- seorang
ustadz, he he.
Mudah-mudahan sumbang saran ini akan berguna menjadi perenungan
bersama. Aamiin.
Saya pun akan
berusaha berbicara dengan tidak ketinggian, yang bisa dimengerti oleh semua
lapisan masyarakat.
Sebab nanti jawaban buat semuanya, berpaling lagi ke seluruh lapisan masyarakat
itu sendiri, dengan izin Allah subhaanahu
wata'aalaa. Yang karenanya maka perlu membuat tulisan yang dimengerti oleh
sebanyak-banyaknya orang.
***
Yuk,
sekarang kita mulai tancep gas lagi bicaranya...
Kayak
naik motor atau mobil dah. Mulai ngegas lagi...
Saat ini, boleh dibilang, dunia sudah menjadi pasar bebas. Di
Indonesia, kebebasan pasar ini bisa menguntungkan, bisa juga membahayakan.
Istilah Cash is the King, bisa sepenuhnya benar, bisa tidak. Tapi yang
punya uang, punya modal, memang jadi penentu. Apalagi jika yang punya uang,
yang punya modal, ketemu dengan pemegang kebijakan, kekuasaan, dan peluang,
yang tidak cinta tanah airnya, tidak cinta negaranya, tidak pro pada
kepentingan rakyat, tidak mikirin anak cucu di masa yang akan datang.
Maka
pemilik uang, pemilik modal, akan bener-bener menjadi penikmat banyak peluang usaha,
ekonomi, dan sumber daya alam dan orang, di Indonesia. Dan mereka akan
membungkam mulut, rasa malu, rasa takut pemegang kebijakan, kekuasan, dan peluang.
Dan sebenernya, jika benar cash is the king, menguntungkan
juga buat Indonesia, bila bersatu, berjamaah, sebab ya kita bakal punya cash
yang luar biasa besarnya. Jangan-jangan nanti Amerika, China, Singapore,
Australia, Eropa, Arab, Afrika, Asia, minjemnya sama Indonesia. Seperti
dihitungin di atas, kita bakal punya 10rb trilyun.
Satu hal, ini kenyataan. Dalam satu lawatan ke Taiwan, saya pernah
membaca spanduk isinya bertuliskan terima kasih pemerintah dan pimpinan Taiwan,
kepada Nakerwan. Bahwa uang mereka sudah ikut membangun negeri Taiwan. Dahsyat
kan? Alhamdulillah.
Dan sesungguhnya, pemikiran ini, gagasan ini, oret-oretan ini,
bukan milik saya saja. Sudah buanyak yang memikirkannya,
mengandai-ngandaikannya, membayangkannya. Hanya kebetulan, dengan izin Allah,
saya mencoba mengaplikasikannya. Langsung jalan. Langsung action. Kejedot sana
kejedot sini. Tapi saya jadi tersenyum, betapa oret-oretan ini bener banget. Ga
pake keringetan, kita bisa take-over hotel dengan nilai taksasi dan aset bisa
mendapai 180 milyar saat sudah jadinya nanti.
Saat ini, bila ada negara asing berinvestasi di Indonesia, mereka
sudah mulai membawa serta buruh-buruhnya, pekerja-pekerjanya. Bukan hanya level
atas, tapi sampe pelaksana, langsung juga dari negeri mereka. Perlu diketahui,
biasanya asing kalo sudah berinvestasi di negara lain, membawa serta bener
seluruh kepentingannya. Mulai dari suplai barang-barangnya, kebutuhan-kebutuhan
yang terkait dengan investasinya, kebijakan daerah atau negaranya, dll. Dan
sekarang bertambah lagi. Mereka berinvestasi sambil membawa serta warganya u/ menjadi
pekerja di sini.
Jangan kaget nanti bila kelak ada pekerja jalan tol, pekerja di
pabrik-pabrik, pekerja di ladang-ladang sawah, kebun, pekerja-pekerja di
industri peternakan, pekerja-pekerja di industri properti... Pekerja loh ini,
buruh, maaf, dan mereka bukan dari Indonesia. Mereka boyongan oleh dan dari
investor asing. Sebagai syarat yang bakal diaminin pemegang/pemangku kekuasaan
yang ga peka dengan soal sosial ke depannya.
Mereka akan mengiyakan saja semua
syarat asing, yang penting kebutuhan mereka terpenuhi. Sekarang ini saja,
sudah mulai ada 1-2 daerah yang sudah banyak sekali tenaga kerja asingnya, hingga
ke low level yang harusnya diisi oleh Indonesia. Secara Indonesia banyak banget
penganggurannya, masyarakat bawah yang butuh pekerjaan u/ makan, hidup normal.
Dan Indonesia banyak banget juga tenaga kerja luar negerinya: TKI dan TKW.
Jangan kaget juga suatu saat, akan ada perusahaan transportasi, he
he he, yang sa-supir-supirnya, teknisi-teknisinya, office-offie boy-nya,
diimpor dari negara investor.
Lama-lama mereka membentuk pasar sendiri di Indonesia, membentuk
pemukiman sendiri di Indonesia, dan berkoloni. Kalau terlanjur besar, susah
diusirnya. Kita lah yang kemudian terusir.
Suatu bentuk penjajahan yang ga baru-baru amat. Udah berlangsung
juga sebenernya. Warga negara kita yang terhormat, bukan jadi pembantu,
pelayan, sekuriti, asisten, di rumah mereka, di negeri mereka. Tapi justru
pembantu, pelayan, sekuriti, asisten, di rumah-rumah mereka, yang di Indonesia!
Dan konyolnya, para pembantu dan pelayan itu, adalah orang Indonesia yang
seharusnya pemilik segala opportuniti atau peluang yang sedang dikuasakan ke
asing.
Bayangan saya, harusnya justru Indonesialah yang harusnya seperti
itu. Indonesia menjadi pemain dunia. Perusahaan-perusahaan di Indonesia
menancapkan kukunya, pengaruhnya, wibawanya, manfaatnya, yang justru
ke seantero dunia. Bukan sekedar mengirimkan tenaga kerja murah ke luar negeri.
Tapi bener-bener jadi pemain, pemilik, dari segala potensi ekonomi, usaha,
bisnis, perdagangan, seluruh dunia.
Bahkan kalo perlu, di dunia olahraga. Seperti Syeikh-Syeikh Arab
dan Timur Tengah yang mewarnai dunia persepakbolaan, balap mobil, motor, dan
lain-lain. Malaysia saja, negara tetangga kita, dan Singapore, sudah menjadi
tempat penyelenggaraan balap mobil dan motor berskala dunia. Padahal potensi
alam Indonesia, lebih menarik u/ jadi destinasi penyelenggaraan-penyelenggaraan
event internasional. Apapun eventnya. Namun kenyataan pahit, Indonesia justru
lebih menarik dari sisi di sini banyak kuenya yang bisa dinikmati dan direbut
oleh asing, dengan sangat-sangat mudah. Mereka bukan mencari. Tapi diundang.
MaasyaaAllah.
Sekalinya ada pertandingan sepakbola yang
kelihatannya mendunia, sifatnya saya pikir hanya Sportainment dan
Bisnistainment. Hiburan saja. Itu pun kekalahan telak suka disandang Indonesia.
Ga jelas visi misinya. Hanya karena pengennya berjiwa the winner, ya ga
berpikiran ke sana. Setidaknya ga dibawa ke pikiran itu. Dibawanya, ke: Insya
Allah apapun manfaat. Toh dengan bergulirnya pertandingan dunia di Indonesia,
bergulir juga ekonomi. Aamiin dah, walo tetap miris.
Potensi-potensi pariwisata, pun tidak sedikit yang bahkan dikelola
oleh asing.
Luar biasa dah Indonesia ini "baiknya". Lihat saja, buka
mata, seliweran asing menikmati potensi di dunia perbankan. Berapa banyak coba
bank-bank sekarang dimiliki asing? Bahkan seperti sudah disinggung di atas,
yang saya ga bosen ngulanginnya, bank yang didirikan dengan semangat '45, untuk
memiliki bank pertama yang syariah, diikuti, didukung, digerakkan, oleh ratusan
ribu masyarakat Indonesia dengan uang-uang kecilnya, hingga kemudian berdirilah
bank yang diidam-idamkan saat itu, eh eh eh, sekarang pun saham mayoritasnya milik
asing. Boleh dikatakan malah ya udah milik asing.
Kita susah buat buka di luar negeri. Baik itu sebab regulasi dari
kita, maupun regulasi negara lain. Tapi bank-bank negara asing, malah masuk ke
sektor mikro, dan difasilitasi! Top dah. Surga dunia, he he he, bagi
negara-negara lain. Makin kasian rakyat. Jika naro di lembaga keuangan bank dan
nonbank, dapatnya kecil, tapi ketika mereka minjem, dari kredit mikro, maasyaa
Allah itu bunganya gila-gilaan.
Asuransi, yang kuenya trilyunan, dibawa itu investasi hebatnya ke
asing, dan kemudian dengan uang kita sendiri itu kemudian masuk lagi sebagai
investasi tambahan mereka. Wuih... Ngeri...
Belum sesuatu yang memang sudah masyhur diketahui... Dunia
pertambangan, energi, dan mineral. Kekayaan yang namanya batubara, emas, gas, dan
lain-lain sumber daya, berapa coba yang sudah dimiliki asing, hampir-hampir
juga tanpa batas.
Kepentingan uang, bersatu dengan kepentingan kekuasaan. Yaaa
Allah, yang jadi korban adalah bener-bener rakyat. Ga mikir itu semua bahwa
kita akan punya anak cucu.
Asing juga sudah sangat hebat menguasai dan mengontrol soal-soal
yang harusnya dikuasi negara penuh, sebab menyangkut hajat publik: laut, air.
Ini airnya bahkan air minum loh! Dahsyat kan? Belum lagi udara atau langitnya
Indonesia.
Dunia telko, yang indah banget bisnisnya... Sebab jumlah rakyat
yang nyaris 300jt atau bahkan udah lewat kali dari 300jt, sekarang ini melek HP
semua. Berapa trilyun yang bisa disedot dari pulsa? Bahkan pulsa pun menjadi barang
investasi "nganggur" yang diberdayakan oleh perusahaan telko tsb. Kan
orang beli pulsa, belom tentu langsung kepake tuh. Nah, selama ga kepake juga,
itu pengguna udah bayar duluan. Belum lagi layanan telko lain selain pulsa...
Gadget-gadget sampe bahkan fisiknya gadget, pun didominasi asing. Ya, sebab
dunia telko pun tidak ketinggalan, kuenya dimakan oleh asing.
Saya cukup menyesali pindah tangannya kepemilikan 1-2 dunia telko.
Secara kalo patungan, pengguna telko di Indonesia bisa koq mendatangkan uang
seperti yang "dibutuhkan" mereka-mereka yang menjual kepada asing.
Liat saja, ketika 1 telko dijual, saat dijual pelanggannya di atas 40jt
koq. Nah ini kan harusnya dilirik, ditawari, diperjuangkan, agar 40jt yang
pastinya rakyat Indonesia ini,yang menjadi pemilik atas peluang bisnis, usaha,
mata rantai ekonomi, dari telko yang mereka sendiri ini penggunanya. Kan keren
tuh.
Tapi yang terjadi? Negara-negara kecil, yang penduduknya bahkan jauh
dari jumlah pelanggannya, bukan dibandingkan dengan jumlah total penduduk
negara loh, ini akhirnya yang menjadi owner.
Kayak ga berdaya ya?
Padahal?
Diperdaya kali. Itu bahasa tepatnya.
Bener lah kalimat pepatah. Dulu kita mudah berjuang. Sebab musuhnya
bener-bener orang asing. Sekarang, rada susah, sebab musuhnya bertambah, yakni
orang kita sendiri. Sodara sendiri. Kawan sendiri.
Laa hawla walaa quwwata illaa billaaah.
Negara-negara asing, tanpa jet-jet tempur, tanpa prajurit-prajurit
tempur, tanpa tank-tank, roket, senjata, menguasai juga dengan bebas lahan-lahan
properti di Indonesia, yang secara gegabah justru diundang oleh mereka-mereka
yang pinter dan ahli di bidang properti, hukum dan keuangan. Mereka kemudian
punya saham, yang kelak bukan hanya menikmati, tapi ikut memiliki.
Ini luar biasa bahayanya ke depan padahal.
Tapi ya saya baca di berita, terulang dan terulang. Seakan bangga
dan menjadi prestasi bila bisa menggandeng investor asing. Innaa lillaah dah.
Lahan-lahan baru dibuka dan dikembangkan u/ properti, baik
perumahan, perhotelan, pergudangan, pusat rekreasi, akhirnya sahamnya dimiliki asing.
Konyol dah.
Dan saya melihat, bahkan mulai terjadi nih, di industri
pendidikan.
Ya, pendidikan juga termasuk yang diminati investor asing.
Di potensi kelautan, kapal-kapal laut asing, sudah masuk perairan
Indonesia, mengambil sendiri ikan-ikan di negeri kita, tanpa lagi juga pake
tenaga kerja Indonesia.
Sungguh bahaya.
Dulu ikan-ikan diekspor. Sekarang nereka melaut sendiri, hampir-hampir
tanpa batas.
Kemampuan kapal-kapal laut kita u/ mengintai, memburu, mengusir,
yang sudah terbatas,
baik karena kekurangan personil dan alat, tambah-tambah lagi kuatnya mereka
sebab didukung oleh kebijakan yang salah atau kurang tepat dari pemangku
kebijakan, kekuasaan dan peluang.
Gas-gas alam, minyak, dan lain-lain kekayaan alam, secara
telanjang mata, begitu bebas dan serakah. Bukan saja seharusnya kita
cegah dan larang dikuasai asing. Tapi kita justru malah mengundangnya. Innaa
lillaah lagi.
Boleh dicatat ini, ketika mereka menguasai wilayah-wilayah kaya
alam, bahkan orang kita sendiri dilarang keras masuk. Baik itu dicurigai
sebagai maling, penganggu, ataupun sebab lainnya. Penjagaannya super ketat.
Bahkan tidak jarang yang menjada kepentingan mereka, adalah orang-orang kita
sendiri, yang tidak jarang pula bersenjata lengkap, yang siap menggertak dan
mengusir, bukan dengan mulut saja, tapi dengan senjata mereka.
Luar biasa.
Maka ketika saya mendengar, membaca, ada SKK Migas, ada upaya u/
meninjau soal kontrak kerja atau kontrak karya, pola hubungan antara asing dan
Indonesia, saya senang banget. Saya ga begitu mengerti. Tapi spiritnya saya
nangkep. Mudah-mudahan baik sangkanya saya dan segenap warga negara Indonesia,
menjadi doa.
Yang salah diperbaiki, yang kurang disempurnakan.
Dan tentu saya dan kita semua berharap, tidak akan pernah ada
undang-undang dan konsep yang salah, bahkan fatal, yang mengakibatkan kerugiaan
dan penderitaan di rakyat.
Lebih dari itu, saya sebenernya berharap, negeri ini, sudahlah
tegak berdiri saja, pake kakinya sendiri, pake kekuatannya sendiri. Ga usahlah
lagi berharap ada transfer teknologi, atau transfer manajemen. Wong zaman sudah
berkembang sedemikian rupa, dan banyak sekali anak-anak bangsa yang jago-jago,
puinter-puinter, hebat-hebat, yang pastinya
mau berjuang u/ negerinya, untuk sesama warga negara Indonesia.
Dan bila negara butuh uang, rakyat juga kayaknya mampu membiayai
pemerintah. Bahkan ketika dunia usaha butuh biaya juga,
rakyat bila bersatu, akan sanggup memenuhi kebutuhan investasi yang dibutuhkan,
tanpa perlu mengundang investasi asing, yang
pastinya punya tabiat mengatur, mendominasi, menguasai.
Ada perusahaaan asing, begitu yang saya dengar, di dunia
pendidikan, dunia yang seharusnya bukan menjadi usaha atau bisnis,
menggelontorkan uangnya 70 milyar, +sistem tentunya, lalu balik dalam 2 tahun.
Sebab emang orang Indonesianya – ke sekian kalinya saya bicara – jumlahnya
emang kebanyakan. Alias banyak banget. Pasar empuk nan gurih. Dan anak-anak
saya sendiri, he he he, berkali-kali datang menjadi pelanggan, dan penikmat
"usaha" pendidikan yang katanya mencerdaskan bangsa itu.
Belom lagi soal makanan pokok, macam beras, persawahan, daging,
peternakan, perikanan, dan urusan makanan lainnya,
kekuatan asing, dan bahkan kekuatan serakah sebagian anak bangsa, begitu
telanjang kita rasakan.
Peristiwa demi peristiwa ini akan terus ga kekontrol, bilamana
kita ga memperbaiki diri dan mengubah diri. Akan selalu ada aja juga anak-anak
bangsa yang justru menjadi penyuplai ide, kesempatan, peluang, potensi, Indonesia,
ke asing. Dan kelak akan semakin banyak.
Kudu bener-bener berubah dan memperbaiki diri.
Dan saya beritahu, semua ini ga akan bisa ngerem dan direm kecuali
Allah campur tangan.
Hanya Allah Yang Maha Berkehendak
yang bisa ngerem ini semua, dan mengembalikan Indonesia untuk Indonesia.
Pertanyaannya, darimana? Darimana kita harus memulai? Darimana
perubahan demi perubahan, perbaikan demi perbaikan, harus
dimulai? Dengan kekuatan apa kita berubah dan memperbaiki diri? Apa iya bisa
memperkuat bangsa ini bukan hanya lokal, dalam
negeri, tapi bener-bener bisa menjadi Global Player? WorldClass? Apa ga ketinggian
tuh?
Dan sebagaimana disebut di bagian paling awal, di atas, apa
hubungannya pula dengan MENIKAH...? Urusannya apa...? Kaitannya apa...? Koq
judulnya tulisan ini:
Menikahlah, maka engkau akan mapan...
Sekali lagi... Bismillaah...
Yuk... Kita mulai bicara, diskusi, dan sama-sama merenung...
Sebelum diskusi dan perenungan, dimulai... Izinkan saya
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat saya...
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang masih
cinta, mikirin, dan berbuat sesuatu untuk negara dan
rakyatnya, sesama warga negara Indonesia.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang masih
mau menegakkan kehormatan dan kemuliaan negara dan bangsanya sendiri.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat buat mereka yang mau
menjaga kedaulatan negara dan rakyatnya sendiri. Memajukan
negerinya, dan berupaya semaksimal mungkin menjadi negara yang tegak di dalam
dan di luar negeri.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang tidak
menggadaikan peluang, informasi, bahkan ketika itu menjelma menjadi satu barang
dan kekayaan yang nyata, kepada asing. Terus mikirin gimana nasib anak cucunya kelak.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang mau
menjaga negaranya, dan lebih memilih kerjasama dengan
sesamanya, daripada kemudian bekerja sama penuh dengan asing.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, buat mereka yang mau
memperbaiki dirinya, dan berubah, yang kemudian dari sini
kemudian bisa selamat dari kehancuran total, kebinasaan total, kepunahan total.
Rasa terima kasih saya, dan rasa hormat, kepada sesiapa yang ikut
bergandengan tangan membuat masyarakat bersatu,
berjamaah, termasuk di urusan ekonomi, hingga bahkan menjadi kekuatan ekonomi
dunia.
Rasa hormat saya juga, plus terima kasih, plus doa, untuk semua
niatan baik pemerintah dan semua unsur masyarakat, dalam
usahanya berubah ke arah yang lebih baik, dan memperbaiki diri untuk menjadi
yang lebih baik lagi. Semoga berhasil dan
Allah ridho.
Terima kasih pula buat mereka yang masih
menjaga ibadahnya, masih memanjatkan doa-doa, buat dirinya, keluarganya,
negaranya. Sehingga Allah pun masih menjaga negeri ini.
Terima kasih buat mereka yang masih memelihara
imannya dan ketaqwaannya, dalam keadaan dia muslim muslimah, sehingga masih
banyak Karunia dan Rahmat Allah buat Indonesia.
Terima kasih buat mereka yang tidak suka
menyakiti, tidak suka berbuat onar, tidak suka berbuat dosa dan maksiat, hingga
Allah masih menyelamatkan negeri ini dari kehancuran besar yang lebih besar
lagi.
Terima kasih buat mereka yang menjaga
kedamaian, ketentraman, ketenangan, di negeri ini, memelihara persaudaraan,
memilih kepentingan orang banyak, ketimbang memakan peluang yang membahayakan
orang banyak, hingga kemudian Allah masih menjaga dan memberi tambahan
keberkahan buat negeri ini.
Tulisan kecil ini, adalah wujud dari sedikit perbuatan yang saya
bisa, u/ menyelamatkan sisa, yang masih ada...
Dan puji syukur, alhamdulillaah nya, Indonesia masih terlalu luas,
dan kaya... Besar... Masih banyak yang masih bisa diselamatkan,
u/ kita, u/ semua, dan u/ anak cucu kita di masa yang akan datang....
Dalam pada itu, kita tetap tidak boleh gegabah. Lembaga keuangan
perbankan dan nonbank, janganlah juga dipinggirkan. Diajak kerjasama saja. Terhadap
perusahaan-perusahaan asing juga ga boleh gerasa gerusu, ga boleh ceroboh dan
sembarangan.
Apalagi sampe anarkis, muncul kebencian. Ga cantik. Bisnis,
selesaikan lagi dengan cara-cara bisnis. Insya Allah asal niatnya bener, ga ada
yang ga bisa diajak mufakat. Negosiasi akan selalu dimungkinkan. Misalnya,
judulnya bukan diusir. Tapi dibeli. Ya, dibeli ulang. Maka ini bukan menjadi
sesuatu yang mustahil. Kita toh menguntungkan mereka. Ga maen usir aja. Yang
sudah terjadi, terjadilah. Mau diapain lagi. udah lewat juga. Songsong aja masa
depan yang lebih baik. He he he, kayak jargon politik ya? Engga lah. semua
harus tulus ketika masuk di wilayah ini. Semoga Allah jaga niat kita semua.
Serta memberikan bimbingan-Nya.
Kepada kawan-kawan semua, saya bilang dengan jujur, bahwa saya tidak
mengerti dunia investasi, bisnis, ekonomi, dan perdagangan. Jangankan investasi
dan perdagangan global, lokal saja saya tidak paham.
Saya lagi belajar dengan tertatih-tatih. Tapi dalam ketertatihan ini saya makin
menangis, makin menjerit. Makin kepengen
teriak, dan kepengen mulai berbuat sesuatu u/ negara dan sahabat-sahabat, yakni
sesama rakyat Indonesia yang saya cintai karena
Allah. Dan saya mengajak sebanyak-banyaknya kawan untuk berpikir, bertindak di
frekuensi yang sama ini. Insya Allah dimudahkan Allah.
Terima
kasih juga buat semua yang sudah mau membaca dan mendengarkan celotehannya
Yusuf Mansur. Lebih terima kasih lagi bila kemudian kawan-kawan mau ikut
sumbang saran, sumbang suara, sumbang ide, dan kemudian ikut serta di dalam
memikirkan dan pergerakan. Sehingga hal ini menjadi sebuat pemikiran dan
gerakan yang masif, cepat, sambil tetap kalem, sabar, dan terukur.
Agustus, 2013
Syawal,
1434
Salam
hormat,
Yusuf Mansur